Aturan Menjamur Pelanggaran Subur

"MINGGU siang itu, dua toko saya depan Mentari Minimarket Batulicin ramai pengunjung. Counter parfum refill dan aksesoris saya, dikerubungi konsumen, bersaing counter ATM yang berjejer di sebelah utara. Mungkin, selain hari pasaran, kebetulan juga tanggalan muda bagi pekerja perusahaan asal pelosok. Mereka pelanggan utama minimarket, hanya toko saya saja beruntung kecipratan"

Asumsi jumlah pengunjung lebih banyak dibanding hari biasa ini, tergambar dari membludaknya armada kendaraan. Area parkir lebih kurang seluas 20 X 20 meter dijejali roda empat dan roda dua. Sayangnya, pemandangan ramai itu tak dibarengi kesadaran pengunjung, bagaimana seharusnya memarkir yang baik. Walau parkiran gratis dan hanya dipandu 1-2 petugas, jika pengunjung mengerti hakekat parkir, pasti posisi kendaraan rapi. Apalagi mereka yang keluar masuk area, saling bergantian. 



Tak berselang, ke-tidaktaat-an parkir itu berbuah kurang nyaman. Dua pengunjung adu jotos. Persoalannya sepele, pengendara Yamaha Jupiter saat masuk tertabrak pemilik Suzuki Spin yang parkir menghalangi jalur. Untunglah security minimarket berikut tanggap dan melerai untuk didamaikan. Hemat saya, efek perselisihan itu karena ada yang melanggar dan lantaran ditegakkannya aturan.


 Hemmmzzz ... kalau untuk urusan sekecil memarkir kendaraan saja banyak berlaku semaunya, maka jangan heran bila pelanggaran-pelanggaran yang lebih serius terus saja terjadi

Saya berpikir, bagaimana kalau lebih parah lagi kondisinya, dengan tanpa aturan samasekali. Parkir motor bebas di parkiran mobil, motor boleh masuk minimarket, barang-barang milik konsumen yang sudah dibeli bebas diletakkan dimanapun, pintu masuk minimarket jadi satu dengan pintu keluar. Wah, saya yakin pasti berabe dan semua babak belur. 

Saya termasuk suka dengan aturan dan peraturan. Sepanjang komitmen dilaksanakan, pasti segalanya berjalan ideal. Komparasi situasi ini tak berbeda dalam olahraga sepakbola misalnya. Mengapa tontonan kulit bundar itu menarik? Jawabanya, lantaran keteraturan permainan.

Bagaimana jika sepakbola tanpa aturan? Contoh saja; jumlah bola lebih dari satu, banyaknya pemain tak perlu dibatasi, gawang di pasang di mana-mana, penonton bebas bersorak masuk lapangan, semua pemain memilih jadi striker. Ck ck ck  .... tentu kalau begini, wasit tak berguna dan sepakbola tak menarik.

Keteraturan adalah sumber kenyamanan. Misalkan pula bagaimana bila sistem traffic light tak pernah ditemukan, apa jadinya perempatan jalan di muka bumi? Bagaimana orang bisa berbelanja andai nilai duit tak ditata besar kecilnya? Bagaimana membedakan hak kuasa kepemilikan, jika sertifikasi rumah, BPKB kendaraan dan lainnya tak pernah terbit? 

Tentu juga di alam semesta kita hidup selama ini, keteraturan menjadi juru selamat. Bayangkan kalau semesta tanpa sistem tarik-menarik planet, gravitasi, rotasi benda-benda langit, siklus timur-barat matahari, atau lapisan atmosfer dan juga pasang-surut air laut. Barangkali kehidupan bahkan tak pernah bisa terjadi.

Secara umum di Indonesia, boleh jadi lazimnya pelanggaran karena adanya aturan dan keteraturan. Saking Indonesia banget (gitcu lho), kadang-kadang pelanggaran dilakoni dengan penuh rasa bangga. Beda keteraturan alam semesta, yang bila melenceng sedikit tentu malapetaka, pelanggaran aturan di Bhineka Tunggal Eka ini seolah tidak masalah, karena kita juga bangsa pemaaf dan terkenal pemberi maklum luarbiasa.

Tak Sedikit Pilih Jalan Sesat
Di kampung saya Batulicin-Tanah Bumbu (plis lihat peta, di Indonesia juga kok) ada kebiasaan berbeda dan rada aneh. Bagi pengguna lalulintas jalan raya, lajur kiri dan kanan sering tak dipedulikan, sehingga pengguna bisa berkendara di lajur yang mana saja. Menyalip boleh dari kiri bisa dari kanan. Mungkin saja, selain karena di tempat kami minus garis horizontal pembatas median (garis-garis jalur dan zebra cross) juga karena terbiasa budaya transportasi sungai, di mana tak ada aturan kiri atau kanan bagi kapal atau perahu, terserah datang dari hulu maupun hilir. Di sungai, saling bersenggolan sesama kapal bahkan menjadi tanda persahabatan.
Pembaca sekalian, lihat pula berita di koran dan televisi, di sejumlah kota besar bagaimana terbiarkannya sejumlah pelajar dan mahasiswa tawuran, oknum pejabat eksekutif dan legislatif diamankan KPK karena diketahui korupsi, oknum jaksa, hakim atau pengacara digiring ke sel tahanan karena main sogok, seorang selebritis atau artis ditangkap di kamar hotel sedang menikmati narkoba. Semua fenomena itu bukan tidak ada aturan, tetapi karena aturan yang telah ada dilanggar. Bagaimana jika benar-benar tak dibikin aturan. puiih ... pasti kacau kan?

Sejatinya banyak jalan yang benar, tapi tak sedikit yang memilih menyesatkan diri. Mungkin karena yang sesat-sesat itu membawa nikmat, atau setidak-tidaknya rasa mudah dan anti repot. Kalau bisa kaya dengan me-nilep duit proyek, ngapain menunggu tabungan penghasilan (gaji) puluhan tahun, bila narkoba bisa mengobati suntuk ngapain dibawa relaksasi atau terapi ke tempat ahli, jika atasan bisa disogok ngapain menanti lama melalui jenjang karir?

Tapi paling mengherankan, orang Indonesia yang 'kalap' budaya, kebanyakan justru menjadi tertib aturan ketika ke negeri orang. Tak berani buang sampah sembarangan di Malaysia dan Singapura, hati-hati  mengepulkan asap rokok di Hongkong, berjalan hanya di pe-destrian dan menyeberang hanya di jembatan penyeberangan ketika di Jepang atau Eropa. Namun sewaktu balik ke Indonesia, ya tersesat lagi. Beginilah negeri yang aturannya sangat menjamur dan pelanggaran juga subur.

0 Response to "Aturan Menjamur Pelanggaran Subur"

Post a Comment

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes | Converted by BloggerTheme